Syekh Abdul Qadir adalah seorang ulama yang terkenal pada zamannya. Murid-muridnya berasal dari berbagai kalangan. Ada anak orang kaya, ada anak penguasa, ada juga anak pedagang dan anak-anak orang miskin. Di madrasah Syekh Abdul Qadir tidak ada dikriminasi, semua murid diperlakukan sama.
Di madrasah Syekh Abdul Qadir diperkenalkan ilmu dan lebih diutamakan adab, termasuk adab kepada guru yang dijunjung tinggi. Termasuk adab yang diajarkan adalah bagaimana murid berhikmat dan meraih keberkahan dari gurunya.
Sebuah kebiasaan bahwa ketika sang guru sedang menyantap makanan, maka murid-murid tidak ada yang ikut makan sebelum gurunya selesai, ternyata ada tradisi meraih berkah ilmu dengan memakan sisa makanan gurunya.
Syekh Abdul Qadir paham hal tersebut sehingga ia selalu menyisahkan makanannya untuk di ambil oleh murid-muridnya. Seorang tamu yang datang menjenguk anaknya melihat hal itu dan berfikir bahwa anak-anak mereka yang belajar pada Syekh Abdul Qadir diperlakukan seperti babu atau kucing. Masa mereka diberikan sisa makanan dari gurunya. Pikiran kotor inilah yang menyebabkan orang tua murid tadi memprofokasi orang tua lainnya.
Salah satu orang tua yang merupakan orang terpandang, kaya dan penguasa termakan propokasi dan datang menghadap Syekh Abdul Qadir dan mengungkapkan keberatannya atas perlakuan sang guru kepada anaknya yang dianggap melecehkan kehormatannya dan kehormatan anaknya.
Maka terjadilah dialog sebagai berikut:
“Wahai tuan syekh, saya menghantar anak saya kepada tuan syekh bukan untuk jadi pembantu atau dilakukan seperti kucing. Saya hantar kepada tuan syekh, supaya anak saya jadi alim ulama’.”
Syekh Abdul Qadir hanya jawab ringkas saja. “ Kalau begitu ambillah anakmu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar